BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Surah
al Humazah ini terdiri dari 9
ayat, tergolong surat-surat Makkiyah dan diturunkan setelah surat Al Qiyamah.
Kaitannya dengan surat Al ‘Ashr ialah ketika Allah di dalam Surat Al ‘Ashr
menyebutkan bahwa semua persoalan manusia bergelimang dalam kesesatan, kecuali
orang yang dilindungi Allah, lalu di sini Dia menyebutkan sebagian sifat-sifat
orang yang sesat itu[1].
Surat ini bercerita tentang kecelakaan yang akan dialami
oleh orang yang suka mengumpat dan mencela. Mengumpat adalah mencaci maki dan
menjelek-jelekkan orang lain secara terang-terangan ketika orang yang dicaci
maki itu ada di hadapannya. Sedangkan mencela, biasanya dilakukan ketika orang
yang dicela itu tidak ada. Orang yang senang mengumpat disebut pengumpat.
Pada zaman Nabi Muhammad SAW terdapat seorang musyrik
yang bernama Al-Akhnas bin Syuraiq. Dia adalah orang yang sangat membenci Nabi
SAW. Setiap bertemu Nabi dia mencaci maki beliau. Jika Nabi tidak ada, dia
menjelek-jelekkan beliau di depan orang banyak. Karena itu, Allah menurunkan
surat Al Humazah yang menjelaskan bahwa orang seperti itu akan celaka.
Sekalipun begitu, ayat ini tidak hanya berlaku pada Al- Akhnas bin Syuraiq,
tetapi juga bagi semua orang yang seperti dia[2].
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Dari
paparan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang
timbul, yaitu tentang orang yang
suka mengumpat dan mencela orang lain, sebab yang melatar belakangi turunnya
surat al-Humazah, hal yang berkaitan dengan surat sebelumnya dan keadaan
orang-orang yang disiksa di neraka Huthamah.
Dari
beberapa masalah yang sudah diidentifikasi tersebut, perlu adanya pembatasan
masalah agar pembahasan dalam skripsi ini bisa terarah dan dapat dipahami
dengan mudah. Oleh karena itu, penelitian ini dibatasi dengan dua masalah,
yaitu tentang siksaan yang akan
diterima oleh orang-orang yang suka mengumpat dan menimbun hartanya dan
gambaran dari neraka Huthamah dalam surat al Humazah.
C. Rumusan Masalah
Dari
latar belakang, identifikasi masalah dan batasan masalah di atas perlu adanya
fomulasi rumusan masalah agar memudahkan dalam pengimplementasian penelitian
sebagaimana berikut:
1. Apa siksaan yang
akan diterima bagi orang orang yang suka mengumpat menimbun hartanya?
2. Bagaimana gambaran
Neraka Huthamah?
D. Tujuan Penelitian
Dari
rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian surat al Huthamah ini adalah :
1. Untuk
menjelaskan keadaan orang yang mengumpat dan orang yang
suka menimbun hartanya.
2.
Untuk mendeskripsikan keadaan
neraka Huthamah.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian
ini adalah untuk menyadarkan manusia tentang adanya siksaan bagi orang yang senang mengumpat orang lain dan
suka menimbun hartanya tanpa memikirkan orang lain,
karena neraka Huthamah
disediakan bagi orang yg melakukan semua itu.
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan
pustaka yang digunakan dalam penelitian ini terdapat beberapa referensi yang
berkaitan dengan surat al Humazah
dan keadaan
neraka Huthamah.
1) M.
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2007)
2)
Hamka, Tafsir Al azhar juz xxx, (Jakarta: PT.
Citra Serumpun Padi, 2004)
3)
Syekh Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tarjamah Tafsir
Al-Maraghi, (Bandung: CV Rosda, 1987)
G. Out Line
Untuk
lebih memudahkan pembahasan
dalam skripsi ini, maka penulisan ini disusun atas empat bab sebagai berikut:
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B. Identifikasi
Masalah dan Batasan Masalah
C. Rumusan
Masalah
D. Tujuan
Penelitian
E. Manfaat
Penelitian
F. Telaah
Pustaka
G. Out Line
BAB
II MODEL PENYUSUNAN TAFSIR
A. Pengertian Neraka
B. Para Penjaga Neraka
C.
Tingkatan-Tingkatan Neraka
BAB
III PENAFSIRAN SURAT AL HUMAZAH
A. Surat
al-Humazah
B. Makna
Mufradat (kosakata)
C. Asbabun Nuzul
D. Munasabah
E. Penafsiran
Surat al-Humazah
BAB
IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB
II
NERAKA
A. Pengertian Neraka
Neraka
adalah suatu tempat yang telah disiapkan oleh Allah SWT bagi mereka yang tidak
beriman kepadaNya, menentang hukum-hukumNya dan tidak beriman kepada utusanNya.
Neraka adalah tempat siksaan bagi musuh-musuhNya, penjara bagi orang-orang yang
berbuat maksiat, kehinaan dan kerugian yang sangat besar dan tiada hal yang
lebih buruk darinya.
رَبَّنَا إِنَّكَ مَنْ تُدْخِلِ
النَّارَ فَقَدْ أَخْزَيْتَهُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ.
Ya
Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka,
maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang lalim
seorang penolongpun.[3]
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ
يُحَادِدِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا ذَلِكَ
الْخِزْيُ الْعَظِيمُ.
Tidakkah
mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui bahwasanya Barang siapa menentang
Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya neraka Jahanamlah baginya, dia kekal di
dalamnya. Itu adalah kehinaan yang besar.[4]
Bagaimana mungkin
neraka dapat menjadi hal yang lain dari
gambaran tersebut, padahal ia penuh dengan azab, kesengsaraan dan kepedihan
yang tidak dapat digambarkan. Neraka itu kekal, demikian pula para penghuninya.[5]
Allah SWT telah mengutuk orang-orang yang menjadi penghuni neraka, sebagaimana ditegaskan
dalam firmanNya:
إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا
وَمُقَامًا.
Sesungguhnya
Jahanam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.[6]
هَذَا وَإِنَّ لِلطَّاغِينَ لَشَرَّ
مَآبٍ. جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَهَا فَبِئْسَ الْمِهَادُ.
Beginilah
(keadaan mereka). Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka benar-benar
(disediakan) tempat kembali yang buruk, (yaitu) neraka Jahanam, yang mereka
masuk ke dalamnya; maka amat buruklah Jahanam itu sebagai tempat tinggal.[7]
B. Para Penjaga Neraka
Di atas neraka berdiri para malaikat yang kuat dan gagah perkasa
yang tidak pernah membangkang kepada Allah SWT yang telah menciptakan mereka.
Mereka akan mengerjakan apapun yang dia perintahkan, sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا
أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا
مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ
لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ
وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ.
Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”[8]
Jumlah mereka ada sembilan belas seperti firman Allah:
سَأُصْلِيهِ سَقَرَ. وَمَا أَدْرَاكَ
مَا سَقَرُ. لا تُبْقِي وَلا تَذَرُ. لَوَّاحَةٌ لِلْبَشَرِ. عَلَيْهَا تِسْعَةَ عَشَرَ.
Aku
akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar. Tahukah kamu apa (neraka) Saqar
itu? Saqar itu tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. (Neraka Saqar) adalah
pembakar kulit manusia. Di atasnya ada sembilan belas (malaikat penjaga).” [9]
Jumlah ini adalah tantangan bagi orang-orang kafir, yang mengira
bahwa mereka akan mampu menghadapi jumlah yang sedikit tersebut, tetapi mereka
tidak menyadari bahwa masing-masing malaikat tersebut memiliki kekuatan untuk
menghadapi seluruh manusia dengan sendirian saja. Untuk alasan ini, Allah
berfirman dalam ayat berikutnya:
وَمَا جَعَلْنَا أَصْحَابَ النَّارِ
إِلا مَلائِكَةً وَمَا جَعَلْنَا عِدَّتَهُمْ إِلا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا.
Dan
tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat; dan tidaklah
Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi
orang-orang kafir.”[10]
Ibnu Rajab
berkata:” apa yang diketahui dan dibangun dengan baik di antara para generasi
awal dan akhir (as-salaf wal khalaf) adalah bahwa pengadilan akan
terjadi jika jumlah malaikata disebutkan dan kaum kafir merasa mampu membunuh
mereka. Kaum tersebut berpikir bahwa mereka dapat melawan dan mengalahkan para
malaikat itu. Mereka tidak tahu bahwa manusia seluruhnya sekalipun tidak akan
pernah mampu mengalahkan satu saja dari malaikat-malaikat tersebut.”
Para malaikat ini
adalah yang oleh Allah SWT disebut sebagai penjaga neraka.[11]
وَقَالَ الَّذِينَ فِي النَّارِ
لِخَزَنَةِ جَهَنَّمَ ادْعُوا رَبَّكُمْ يُخَفِّفْ عَنَّا يَوْمًا مِنَ
الْعَذَابِ.
Dan
orang-orang yang berada dalam neraka berkata kepada penjaga-penjaga neraka
Jahanam: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu supaya Dia meringankan azab dari kami
barang sehari.[12]”
C. Tingkatan-tingkatan Neraka
Ada
bermacam-macam derajat panas di dalam neraka, serta tingkatan azab yang telah
dipersiapkan Allah bagi para penghuninya. Tidak hanya ada satu tingkatan saja, sebagaimana
difirmankan oleh Allah SWT:
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ
الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ.
Sesungguhnya
orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari
neraka.[13]
Dikatakan bahwa
surga dan neraka mempunyai tingkatan-tingkatan yang berbeda-beda. Semakin
rendah tingkatan neraka semakin besar intensitas panasnya. Kaum munafik akan
disiksa dengan azab yang paling pedih, dan dengan demikian mereka berada dalam
neraka tingkatan paling bawah. Allah SWT menerangkan tingkatan-tingkatan surga
dan neraka dalam kitab suci alquran:
وَلِكُلٍّ دَرَجَاتٌ مِمَّا عَمِلُوا.
Abdurrahman
bin Zaid bin Aslam berkata:” Tingkatan-tingkatan surga semakin ke atas
sedangkan tingkatan-tingkata neraka semakin menurun.”
Diriwayatkan
dari beberapa ulama salaf (generasi awal) bahwa orang-orang fasik atau pendosa
diantara orang-orang yang berakidah Tauhid yang masuk neraka akan berada pada
tingkatan pertama, orang-orang Yahudi akan berada pada tingkatan kedua,
orang-orang Nasrani berada pada tingkatan ketiga, orang-orang Sabian berada
pada tingkatan keempat, orang-orang Zoroaster (Majusi) berada pada tingkatan
kelima, orang-orang Arab musyrik berada pada tingkatan keenam, dan orang-orang
munafik berada pada tingkatan ketujuh.
Beberapa
kitab memberi nama pada tingkatan-tingkatan ini: Tingkatan pertama disebut
Jahannam, tingkatan kedua disebut Ladha, tingkatan ketiga disebut al-Hutamah,
tingkatan keempat disebut as-Saqir, tingkatan kelima disebut Saqar, tingkatan
keenam al-Jahim, dan ketujuh al-Hawiyah.
Tidak ada dalil untuk pembagian para penghuni neraka, atau
nama-nama yang diletakkan pada masing-masing tingkatan. Yang benar adalah bahwa
semua nama tersebut merupakan nama-nama alternatif yang diketahui sebagai neraka secara
keseluruhan, dan tidak diberikan pada satu bagian atau bagian yang lain dari
neraka. Juga diketahui bahwa orang-orang akan ditempatkan pada tingkatan neraka
yang berbeda-beda dengan besarnya kekufuran dan dosa-dosa yang mereka lakukan.[15]
BAB III
PENAFSIRAN SURAT AL HUMAZAH
A.
Surat al-Humazah
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ
لُمَزَة (۱)الَّذِي جَمَعَ مَالا
وَعَدَّدَهُ (۲)يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ (٣)كَلا لَيُنْبَذَنَّ فِي
الْحُطَمَةِ (٤)
وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ (٥) نَارُ اللَّهِ
الْمُوقَدَةُ (٦) الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الأفْئِدَةِ (٧) إِنَّهَا عَلَيْهِمْ
مُؤْصَدَةٌ (٨)
فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ (٩)
Kecelakaanlah
bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan
menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,
sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam
Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan)
Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu
ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang
panjang.[16]
B.
Makna Mufradat (Kosakata Sulit)
وَيْلٌ : kecelakaanlah لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَة : bagi setiap pengumpat lagi pencela
الَّذِي جَمَعَ : yang mengumpulkan مَالا وَعَدَّدَهُ : harta dan menghitung-hitungnya
يَحْسَبُ : dia mengira أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ : hartanya itu dapat mengekalkannya
كَلا : sekali-kali tidak! لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ : Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah
وَمَا
أَدْرَاكَ : Dan tahukah kamu مَا الْحُطَمَةُ : apa Huthamah itu?
نَارُ
اللَّهِ الْمُوقَدَةُ : (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan
الَّتِي
تَطَّلِعُ : yang (membakar) عَلَى الأفْئِدَةِ : sampai ke hati
إِنَّهَا
عَلَيْهِمْ: Sesungguhnya api itu
atas mereka صَدَةٌ : ditutup rapat
C. Asbabun
Nuzul
Imam Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan
sebuah hadis bersumber dari Usman ra dan Ibnu Umar yang kedua-duanya telah
menceritakan:” Kami masih terus menerus mendengar bahwasanya firmanNya:
“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (Q.S. al-humazah,
1)
Diturunkan berkenaan dengan sikap Ubay bin
Khalaf.
Imam
Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan pula hadis lainnya melalui As-Saddi yang
telah menceritakan bahwasanya ayat di atas diturunkan berkenaan dengan
Al-Akhnas Ibnu Syuraiq.
Imam
Ibnu Jarir telah mengetengahkan pula sebuah hadis melalui seorang laki-laki
dari kalangan penduduk Ar-Raqqah yang telah menceritakan bahwasanya ayat ini
diturunkan berkenaan dengan Jamil ibnu Amir Al-Jumahi.
Imam
Ibnul Munzir telah mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu Ishaq yang telah
menceritakan bahwa Umayyah ibnu Khalaf apabila melihat Rasulullah SAW langsung
mengumpat dan mencelanya. Maka Allah menurunkan firmanNya:
D.
Munasabah
Munasabah ayat ini adalah surat
al-Ashry ayat 2 yang berbunyi:
إِنَّ
الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam
kerugian.”[19]
Setelah Allah menyebutkan dalam
surat sebelumnya (surat al-Asry) bahwasanya manusia itu dalam keadaan merugi,
kekurangan dan kerusakan. Allah juga menjelaskan dalam surat ini (al-Humazah)
keadaan orang yang rugi dan ingin menjelaskannya dengan satu contoh.[20]
Surat ini juga mempunyai hubungan dengan surat
setelahnya yaitu surat al-Fil. Dalam surat al-Humazah diterangkan bahwa harta
tidak berguna sedikitpun untuk menghadapi kekuasaan Allah, sedang surat al-Fil
menerangkan bahwa tentara gajah dengan segala macam perlengkapan perangnya
tidak dapat menghadapi kekuasaan Allah.[21]
E.
Penafsiran Surat al-Humazah
(وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَة) Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela. Kata (وَيْلٌ)
digunakan untuk menggambarkan kesedihan, kecelakaan dan kenistaan. Kata ini juga
digunakan untuk mendoakan seseorang agar mendapatkan kecelakaan dan
kenistaan itu.
Kata (الهمزة) adalah bentuk jamak dari kata (هَمَّاز) yang terambil dari kata (الهَمْز ) yang pada mulanya berarti tekanan dan dorongan yang kuat. Huruf
hamzah dalam alfabet bahasa Arab, dinamai demikian karena posisi lidah
dalam pengucapannya berada di ujung tenggorokan sehingga untuk mengucapkannya
dibutuhkan semacam dorongan dan tekanan.
Kata (لمزة) adalah
bentuk jamak dari (لُمَّاز) yang terambil dari kata (اللمز). Kata ini digunakan untuk
menggambarkan ejekan yang mengundang tawa.
Sementara ulama berpendapat bahwa
al-lamz adalah “mengejek dengan menggunakan isyarat mata atau tangan
yang disertai dengan kata-kata yang diucapkan secara berbisik, baik di hadapan
maupun di belakang orang yang diejek”.[22]
(الَّذِي جَمَعَ مَالا وَعَدَّدَهُ) yang mengumpulkan harta dan
menghitung-hitungnya. Kata (مَال) dari segi bahasa pada mulanya
berarti cenderung atau senang. Agaknya harta dinamai demikian,
karena hati manusia selalu cenderung dan senang kepadanya. Selanjutnya harta
dinilai sebagai segala sesuatu yang memiliki nilai material. Dengan demikian
kata (مَال) pada ayat di atas dapat berarti harta
yang banyak atau harta yang sedikit.[23]
Kata (عَدَّدَهُ)
terambil dari kata (عَدَّ)
yang dapat dipahami dalam arti menghitung atau menganekaragamkan atau
menyiapkan. Kata tersebut menggambarkan bahwa si pengumpat yang
mengumpulkan harta itu tidak sekadar mengumpulkannya, tetapi dia begitu cinta
kepada harta sehingga dari saat ke saat dia menghitung-hitungnya, dan dia
begitu bangga dengannya sehingga memamerkannya.
(يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ) dia mengira bahwa hartanya itu dapat
mengekalkannya. Kata (أَخْلَدَهُ) terambil dari kata (الخلد) yakni kekal. Kata yang
digunakan ayat ini berbentuk kata kerja masa lampau (madhi) tetapi
maksudnya adalah masa datang (mudhari’). Ini untuk mengisyaratkan betapa
mantap dugaan itu dalam diri yang bersangkutan sehingga seakan-akan kekekalan
tersebut sudah merupakan kepastian seperti pastinya sesuayu yang telah terjadi.[24]
Dengan harta bendanya
itu dia menyangka akan terpelihara dari gangguan penyakit, dari bahaya
terpencil dan dari kemurkaan Tuhan. Karena jiwanya telah terpukau oleh harta
bendanya itu menyebabkan dia lupa bahwa hidup ini akan mati, sehat ini akan
sakit, kuat ini akan lemah. Menjadi bakhilllah dia, kikir dan mengunci erat
peti harta itudengan sikap kebencian.
(كَلا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ) sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan
ke dalam Huthamah.
Artinya bahwa pekerjaannya mengumpulkan harta benda itu yang disangkanya akan
dapat memelihara dirinya dari sakit, dari tua dan mati ataupun dari azab siksa
neraka tidaklah benar sebab dia bukanlah seorang yang patut dihargai. Dia
mengumpulkan dan menghitung-hitung harta, namun dia mencela dan menghina dan
memburuk-burukkan orang lain, mengumpat dan menggunjing. Orang itu tidak ada
faedah hidupnya. Nerakalah akan tempatnya. Huthamah nama neraka itu.[25]
Ali ra. pernah memberikan nasehat yang berbunyi:”Wahai Kumail,
binasalah orang-orang penimbun harta. Padahal mereka masih hidup, sedang para Ulama
akan kekal abadi meskipun jasad mereka sudah hilang, namun sifat-sifat
keutamaan mereka tetap dikenang dalam hati”.
Maksudnya, penimbunan harta dikutuk, dicela dan dibenci karena
manusia tidak mendapat apa-apa dari harta mereka. Sedang para sarjana dan Ulama
terus menerus terpuji selama terdapat di bumi orang-orang yang mengambil
manfaat dari ilmu mereka.[26]
(وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ) Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? Kata (الْحُطَمَةُ)
terambil dari akar kata (حَطَمَ) yang berarti hancur sehingga al huthamah dapat
diartikan amat menghancurkan atau membinasakan.[27] Neraka
huthamah adalah tempat balasan bagi orang orang yang suka mengumpat, mencela,
menimbun harta yang tidak dinafkahkan di jalan Allah.[28]
Disebut
huthamah, karena ia membakar orang yang berdosa hingga tulang dan dagingnya
hancur. Tetapi manusia yang dimasukkan ke dalamnya tidak pernah mati. Begitu
mereka hancur luluh, mereka hidup kembali untuk dimasukkan lagi ke dalamnya.
Begitu seterusnya.[29]
(نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ) yaitu api (yang disediakan) Allah yang
dinyalakan. نَارُ
اللَّهِ berarti api Allah, dinisbahkannya api itu
kepada Allah memberi kesan bahwa ia bukan api biasa, tetapi ia api yang
diciptakan Allah khusus untuk tujuan tertentu. Sebagian ulama menggambarkan
betapa dahsyat api neraka dengan menyatakan bahwa api dunia ini sebenarnya
telah didinginkan sedemikian rupa, sehingga tidak dapat dibandingkan dengan api
yang disiapkan itu.[30]
Disifatinya
api itu dengan “menyala” menunjukkan bahwa ia selamanya tidak padam, bahkan
menyala dengan nyala yang hakekatnya tidak diketahui oleh Allah yang
menciptakannya, sesudah itu, Allah menyifatinya dengan sifat-sifat yang berbeda
dengan sifat api dunia untuk menguatkan perbedaanya.[31]
(الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الأفْئِدَةِ) yang (membakar) sampai ke hati. الَّتِي تَطَّلِعُ (yang naik) maksudnya, panasnya naik
membakar. عَلَى الأفْئِدَة (sampai ke hati) lalu membakarnya; rasa sakit
yang diakibatkan api neraka jauh lebih memedihkan dari pada api lainnya, karena
api neraka sangat lembut dan dapat memasuki pori-pori, lalu membakar hati.[32]
Kata
fuad (kata tunggal dari af’idah dalam ayat di atas) hanya
digunakan sebagai sinonim kata qalb (hati) apabila ia dimaksudkan untuk
menunjuk kepada sumber perasaan manusia. Maka ayat tersebut seolah-olah
mengatakan bahwa api tersebut melingkupi perasaan dan pikiran dalam diri si
pengumpat. Atau, dengan kata lain, api itu menguasai seluruh pikiran dan
perasaan, pusat segala niat dan tujuan, dan tempat tumbuhnya dorongan ke arah
kebaikan dan keburukan.
Ada
pula yang menyatakan bahwa kata تَطَّلِعُ di sini, ialah mengetahui. Yakni api ini mengetahui
apa saja yang ada di dalam hati, lalu menangkap (atau membakar) siapa yang
berperasaan dan berperilaku jahat, yang memang layak menjadi penghuninya.[33]
(إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ) Sesungguhnya api itu ditutup rapat
atas mereka. Api itu ditutupkan kepada mereka sehingga mereka tidak dapat
keluar dan tidak mampu keluar bila mereka menghendaki. Mereka setiap kali
hendak keluar dari api neraka lantaran kesengsaraan, mereka dikembalikan ke
dalamnya.[34] إِنَّهَا عَلَيْهِمْ di dalam ayat ini damir dijamakkan karena
memandang dari segi makna. مُؤْصَدَةٌ dapat dibaca mu’sadah dan musadah;
artinya mereka dibakar dengan api itu dalam keadaan ditutup rapat.[35]
(فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ) (sedang
mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang. فِي عَمَدٍ
(pada tiang-tiang) dapat
dibaca ‘amadin dan ‘um (yang panjang) lafad ini menjadi sifat
dari lafad sebelumnya. Dengan demikian maka api itu berada dalam tiang-tiang
tersebut.[36]
Tentang
apakah ‘tiang-tiang’ tersebut seperti yang kita kenal, hal itu termasuk
diantara yang tidak mungkin kita ketahui. Urusan akhirat adalah berbeda dengan
urusan dunia, sehingga tidak perlu dilakukan pembahasan tentangnya.
Begitulah
yang akan terjadi saat terlaksananya azab. Sehingga orang yang diazab merasa
yakin bahwa tak ada lagi jalan keselamatan baginya. Keyakinan seperti itu akan
dialami, baik ia pada akhirnya akan diselamatkan-jika ia termasuk kelompok kaum
Mukmin yang berdosa-ataukah ia tidak akan terselamatkan untuk selama-lamanya,
jika ia termasuk dalam kelompok orang-orang yang telah ‘terlingkungi oleh
dosa-dosanyaa’, dan karenanya ia tergolong dalam kelompok’orang-orang yang
binasa’.[37]
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
1)
Orang orang yang suka mengumpat dan menimbun hartanya
kelak akan dimasukkan ke dalam neraka Huthamah oleh Allah SWT yang mana neraka
ini khusus disediakan bagi mereka, seperti al-Akhnas bin Syuraiq, Umayyah bin
Khalaf, Ubay bin Khalaf, Jamil ibnu Amir Al-Jumahi dan lain-lain.
2)
Gambaran nerak Huthamah itu seperti api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan yang tidak hanya membakar tubuh bagian luar, tetapi masuk dan
menjilati bagian dalamnya termasuk hati. Sedangkan api itu
ditutup rapat atas penghuninya, sedang mereka itu diikat pada tiang-tiang yang panjang.
B.
Saran
Dengan terselesaikannya penulisan skripsi
ini, berharap agar skripsi ini dapat dikaji ulang sebagai bahan penelitian
lebih lanjut tentang penafsiran ayat-ayat alquran terutama yang berkaitan
dengan judul skripsi ini.
Selain itu penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sebuah dorongan kepada manusia agar selalu berhubungan dengan baik
antar sesama manusia. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan
manusia tentang salah satu keadaan neraka yang ada di hari akhir kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Muhammad. 1998. Tafsir Juz ‘Amma.
Bandung: Mizan.
Hadhiri, Choiruddin. 2005. Klasifikasi kandungan al qur’an II.
Jakarta: Gema Insani Press.
Hamka. 2004. Tafsir Al azhar juz xxx. Jakarta: PT. Citra Serumpun
Padi.
Al-Maraghi, Syekh Ahmad Musthafa.1987. Tarjamah Tafsir
Al-Maraghi. Bandung: CV Rosda.
Milik Departemen
Agama Republik Indonesia. 1990. Al-Quran dan Tafsirnya jilid X-Juz 28, 29,
30. t.k.: t.p.,
Muhammad, Afif. 2008. Quranku Sahabatku. Bandung: DAR! Mizan.
Shihab, M. Quraish. 2007.
Tafsir
al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
as-Suyuthi,
Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin. 2000. Tafsir al-Jalalain, terj.
Bahrun Abu Bakar dkk. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Zuhaili, Wahbah. 2005. Tafsir Munir. Syria: Darl
Fikr.
[5]Umar
Sulaiman al-Asyqar, Calon Penghuni Surga Calon Penghuni Neraka,
(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2001), 3-5.
[7] Ibid., 38: 55-56.
[12]Alquran dan Terjemahnya, 23:
49.
[16] Alquran dan Terjemahnya, 104:
1-9
[17]Imam
Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Jalalain
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010),
1379-1380.
[21] Milik Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Quran dan Tafsirnya jilid X-Juz 28, 29, 30 (t.k.: t.p., 1990), 805.
[28] Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi
kandungan al qur’an II (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), 351.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar